Lompat ke isi utama

Berita

Netralitas ASN Wujud Pemilu Yang Jurdil

Kepulauan Riau, Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Padang Panjang – Bawaslu Kota Padang Panjang , dalam hal ini koordinator divisi Hukum Pencegahan Partisipasi masyarakat dan Hubungan Masyarakat Roby Hadi Putra menghadiri kegitan Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Pelanggaran Netralitas Apartur Sipil Negara (ASN) Pemilu Serentak tahun 2024 , yang dilaksanakan di Batam Provinsi keplauan Riau.

Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu Republik Indonesia La Bayoni mengingatkan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilu adalah bentuk dari Pemilu yang jujur dan adil. Menurutnya, netralitas ASN menjadi prinsip penting untuk menghasilkan pemilu yang demokratis, berintegritas, dan jauh dari pengaruh pemihakan kepada kelompok dan golongan tertentu.

“Berdasarkan hal tersebut Bawaslu mempunyai komitmen dan ikhtiar untuk menjaga netralitas ASN agar Pemilu Serentak Tahun 2024 berjalan jujur dan adil. Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara pemilu wajib memastikan setiap penyelenggara, pemilih, peserta, aparat pemerintah, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur, mendapat perlakuan yang sama, dan bebas dari kecurangan pihak mana pun,” ungkapnya saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemilu Serentak Tahun 2024 pada Senin, (28/8/2023) di Batam, Kepulauan Riau.

Berdasarkan data November 2020, La Bayoni mengatakan terdapat 1.038 kasus dugaan pelanggaran ASN dan sebanyak 369 laporan pelanggaran netralitas ASN telah dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Secara detil, pria kelahiran Maluku ini mengatakan ada setidaknya 5 (lima) kategori terbanyak pelanggaran netralitas ASN.

“Pertama, kampanye/sosialisasi media sosial (30,4%), mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4%), melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%), menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada (10,9%), melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (5,6%),” ungkapnya.

Dia mengakui, potensi gangguan netralitas tersebut bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilihan. Katanya, potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.

“Meskipun dalam kondisi situasi politik yang memanas, ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilihan,” pungkas La Bayoni.

#harris.1305

Tag
PUBLIKASI